SIMPULINDONESIA.com_ BANGKA BELITUNG,- Awan gelap kembali menyelimuti dunia pertimahan di Bumi Serumpun Sebalai, yakni Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dimana, pada Selasa malam, 30 September 2025, langkah tegas Kejaksaan Agung (Kejagung) menorehkan babak baru dalam penindakan kasus timah ilegal.
Seorang nama yang sempat menghiasi halaman persidangan beberapa tahun silam, kini kembali menjadi sorotan. Agat, mantan terdakwa kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) 73 ton bijih timah bercampur slag atau terak, Kamis (2/10/2025).
Rumah mewah milik Agat yang berlokasi di Desa Puput, Parit 3, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, resmi disegel dan disita.
Tim Kejagung yang turun langsung ke lapangan memperkirakan nilai properti itu mencapai Rp15–20 miliar, diduga kuat berasal dari hasil kegiatan penampungan timah ilegal yang selama ini menggurita di wilayah Bangka.
Tindakan penyitaan ini bukan sekadar eksekusi aset, melainkan juga simbol bahwa skandal pertimahan yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah belum berakhir.
Dari Vonis Bebas ke Status Kolektor Timah Ilegal
Agat bukan nama asing dalam pusaran kasus timah. Pada 25 Mei 2021 lalu, ia bersama dua terdakwa lain, yakni Ali Samsuri (pejabat PT Timah) dan Tajudi (Direktur CV MBS), divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pangkalpinang dalam perkara Tipikor 73 ton bijih timah bercampur slag.
Vonis itu sempat mengejutkan publik, sebab sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mereka dengan hukuman penjara.
Kala itu, suasana persidangan di Ruang Garuda PN Pangkalpinang penuh emosi. Ali Samsuri tak kuasa menahan air mata saat mendengar dirinya bebas.
Ia yang mengikuti sidang secara daring dari Polres Bangka menangis haru, sementara keluarganya di ruang sidang berubah menjadi isak tangis.
Penasehat hukum pun mengapresiasi putusan hakim yang dianggap sesuai dengan fakta persidangan.
Namun di balik vonis bebas tersebut, bayang-bayang keterlibatan Agat dalam bisnis timah ilegal tak pernah benar-benar padam.
Sebagai salah satu pendiri CV MBS, mitra PT Timah, sekaligus dikenal sebagai salah satu “bos besar” penampung timah di Parit 3 Jebus, namanya selalu disebut dalam pusaran tata niaga timah di Bangka Belitung.
Bersama dua nama lain, Ahon dan Akim, Agat dikenal publik sebagai bagian dari “tiga besar” big bos timah yang mengendalikan jalur distribusi timah ilegal, termasuk dugaan keterkaitan dengan jaringan penyelundupan keluar pulau.
Penyitaan Aset, Bagian dari Kasus Raksasa Rp. 300 Triliun
Langkah Kejagung menyegel rumah mewah Agat bukan tanpa alasan. Penelusuran aset ini bagian dari investigasi besar kasus dugaan korupsi pertimahan yang melibatkan lima korporasi smelter dengan estimasi kerugian negara mencapai Rp. 300 triliun.
Dalam konstruksi besar perkara tersebut, keberadaan para penampung lokal atau “kolektor” seperti Agat dianggap memainkan peran vital.
Mereka menjadi simpul utama antara aktivitas tambang ilegal, pengolahan di smelter, hingga aliran distribusi timah keluar Bangka Belitung.
“Penyegelan ini merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan menyeluruh terhadap dugaan tindak pidana korupsi dan tata niaga timah yang merugikan negara dalam jumlah fantastis,” ujar seorang sumber internal penegak hukum yang enggan disebutkan namanya.
Rumah mewah yang kini berdiri sunyi di Desa Puput, dulunya kerap disebut-sebut sebagai simbol kejayaan bisnis timah ilegal di Jebus.
Dengan desain megah dan fasilitas lengkap, rumah tersebut mencolok di tengah pemukiman warga.
Satu Bos Kabur, Bayangan Jaringan Masih Menguat
Di balik aksi penyitaan ini, kabar beredar bahwa salah satu dari tiga bos besar penampung timah ilegal sudah kabur meninggalkan kediamannya.
Informasi ini memperkuat dugaan bahwa jaringan timah ilegal di Bangka Belitung tak hanya bekerja sporadis, melainkan memiliki struktur rapi dan jejaring luas yang memungkinkan manuver cepat ketika aparat bergerak.
Jika benar adanya, kaburnya salah satu bos ini akan menjadi tantangan tambahan bagi aparat untuk menuntaskan kasus timah ilegal hingga ke akar-akarnya.
Pasalnya, selama ini jaringan penampung timah dikenal piawai bermain di balik celah regulasi sekaligus memanfaatkan hubungan dengan oknum-oknum kuat di daerah.
Kilas Balik: Drama Vonis Bebas 2021
Momen vonis bebas Agat Cs pada 2021 seakan menjadi ironi dalam perjalanan kasus pertimahan di Bangka Belitung.
Kala itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengajukan tuntutan enam tahun penjara untuk Ali Samsuri cs dengan denda Rp. 500 juta subsider enam bulan penjara, harus menerima kenyataan pahit.
Raut muka JPU Benny Harkat tampak murung ketika hakim membacakan vonis bebas. Sementara publik menilai putusan tersebut memperlihatkan betapa sulitnya membuktikan tindak pidana korupsi di sektor pertimahan yang penuh celah hukum.
Kini, empat tahun lebih berselang, bayang-bayang putusan bebas itu seakan dipatahkan dengan fakta baru bahwa aliran keuntungan dari timah ilegal diduga benar-benar telah membiayai gaya hidup mewah sebagian aktornya.
Penegakan Hukum dan Harapan Publik
Penyegelan rumah Agat menjadi babak penting dalam perjalanan penegakan hukum di sektor pertimahan.
Publik menaruh harapan besar agar Kejagung tidak berhenti pada level kolektor, melainkan juga menyentuh aktor-aktor besar di balik smelter dan jaringan distribusi yang selama ini disebut sebagai otak dari kerugian negara Rp300 triliun.
Penegakan hukum yang konsisten diharapkan mampu mengembalikan marwah Bangka Belitung yang selama ini dikenal dunia sebagai penghasil timah, bukan sebagai pusat mafia pertimahan.
Masyarakat Jebus, khususnya warga sekitar Parit 3, berharap langkah penyitaan aset ini mampu memberi efek jera.
Sebab, selama ini keberadaan para bos timah ilegal seakan menjadi “negara dalam negara” yang tidak tersentuh hukum.
Menanti Langkah Selanjutnya
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak Kejagung belum memberikan keterangan resmi detail terkait langkah hukum berikutnya terhadap Agat dan jaringan yang diduga terkait.
Sementara itu, awak media masih berusaha mengonfirmasi perkembangan kasus kepada pihak berwenang.
Namun yang jelas, penyegelan rumah mewah Agat bukanlah akhir, melainkan permulaan dari pengungkapan babak baru mafia timah di Bangka Belitung.
Bayangan vonis bebas empat tahun lalu kini berganti dengan ancaman penyitaan aset, menandai perubahan arah penindakan hukum yang lebih tegas.
Di balik pagar rumah yang kini dipasangi tanda segel, tersimpan cerita panjang tentang bagaimana bisnis hitam pertimahan menjerat banyak pihak, dari pekerja tambang rakyat hingga pejabat perusahaan.
Dan bagi publik, hanya waktu yang bisa menjawab apakah langkah tegas Kejagung kali ini benar-benar mampu memutus rantai mafia timah yang merugikan bangsa.
Sumber : KBO Babel