Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Memalukan..!! Ditangkap Tim Bakamla Babel, 3 Oknum Tambang Ilegal Dibebaskan, Diduga Setelah Bayar Uang Damai Rp. 100 Juta. Terima cuma Rp. 60 Juta

Rabu, 24 September 2025 | 09.23 WIB Last Updated 2025-09-24T02:23:12Z


SIMPULINDONESIA.com_ BANGKA BELITUNG,- Terhembus "Aroma Busuk" yang terciumnya bau tidak sedap dugaan permainan aparat dan pejabat kembali menyeruak dari balik penindakan tambang timah ilegal di perairan dekat Muara Jelitik, Sungailiat, Kabupaten Bangka. 

Dimana, tiga orang warga yang diamankan Tim Badan Keamanan Laut (Bakamla) Kepulauan Bangka Belitung  pada Sabtu (13/9/2025) malam lalu, kini menjadi buah bibir lantaran kasusnya berujung pada drama "Uang Damai"dan "lobi-lobi gelap" di balik layar, Rabu (23/9/2025).

Ketiga orang yang sempat diamankan itu adalah pengusaha tambak udang Surya Dharma alias Kuncoi, Ketua HNSI Kabupaten Bangka Lukman, serta seorang kolektor timah asal Rambak Sungailiat bernama Cepot.

Mereka disebut-sebut terlibat dalam aktivitas tambang ilegal yang beroperasi di kawasan sensitif muara Jelitik. Namun, alih-alih diproses hukum sesuai ketentuan, ketiganya justru hanya ditahan selama 1 x 24 jam

Pada Minggu (14/9/2025) siang, mereka dilepaskan setelah adanya "kesepakatan damai" dengan pihak Bakamla. Nominalnya pun gak tanggung-tanggung yang mencuat ke publik cukup mengejutkan, yakni Rp100 juta sebagai uang damai.

Drama Uang Damai yang Janggal

Informasi yang dihimpun jejaring media KBO Babel mengungkap, dana Rp100 juta tersebut diklaim berasal dari kantong Cepot.

Namun, proses penyerahannya disebut melalui peran seorang oknum staf Gubernur Babel bernama Jauhari, yang bertindak sebagai "penghubung" antara kelompok tambang ilegal dan aparat Bakamla.

Ironisnya, dari total Rp100 juta yang digelontorkan Cepot, pihak Bakamla diduga hanya menerima Rp. 60 juta. Sisa Rp. 40 juta entah ke mana, hingga memicu konflik internal. Kini ribut-ribut soal sisa uang Rp. 40 tersebut.

Alhasil, saatnya ini, Cepot dikabarkan murka dan menuntut pertanggungjawaban dari Jauhari atas uang yang hilang tersebut.

“Cepot merasa dibodohi. Uang Rp. 100 juta itu keluar dari dia, tapi yang sampai ke Bakamla cuma Rp. 60 juta. Sisanya entah masuk ke kantong siapa,” ungkap seorang sumber di lapangan yang enggan menyebutkan jati dirinya.

*Barang Bukti Timah Disisihkan*

Selain dugaan suap, kasus ini makin mencurigakan karena menyangkut Barang Bukti (BB). Dari tangan ketiga oknum, tim Bakamla Babel sempat mengamankan 5 kampil atau 203 kilogram pasir timah yang diangkut dengan mobil bernopol BN 1663 QD atas nama Cepot.

Barang bukti tersebut kemudian dititipkan di Pospam Timah 112 Jelitik. Anehnya, saat warga melihat langsung, di karung BB itu tertera tulisan “Titipan Satgas Nanggala”. 

Hal ini menimbulkan tanda tanya besar: mengapa barang bukti hasil tangkapan Bakamla justru diklaim sebagai titipan Satgas lain ? Ada apa ini ?

“Ini aneh sekali. Yang nangkap Bakamla, tapi kok bisa ada nama Satgas Nanggala di Barang Bukti ? Jangan-jangan sudah ada ‘Main Mata’ antar lembaga,” komentar warga Sungailiat yang mencurigakan terkait barang bukti tersebut.

Klarifikasi Mandek

Jejaring media KBO Babel telah mencoba mengonfirmasi kasus ini ke berbagai pihak. Letkol Yuli Eko, Kepala Bakamla Babel, tidak merespons permintaan klarifikasi resmi yang dilayangkan media. 

Begitu pula dengan Jauhari, oknum staf khusus Gubernur Babel yang disebut-sebut berperan sebagai mediator uang damai, bungkam seribu bahasa.

Sementara itu, upaya konfirmasi juga dilakukan kepada Kuncoi* dan Lukman, namun hingga berita ini diterbitkan, keduanya belum memberikan pernyataan resmi.

Potret Bobroknya Penegakan Hukum

Dengan sikap diam seribu bahasa mereka in, justru setidaknya akan menambah rasa kecurigaan masyarakat Bangka Belitung.

Kasus ini semakin memperkuat stigma publik bahwa penindakan tambang timah ilegal di Bangka Belitung hanya sebatas “ teater”. 

Aparat bergerak menangkap, kemudian melepaskan setelah uang damai berpindah tangan. Alih-alih memberi efek jera, praktik ini justru menjadi ladang transaksi.

Jika benar adanya uang damai Rp.100 juta yang tak sepenuhnya masuk ke aparat, melainkan disunat oleh perantara, maka kasus ini bukan hanya soal tambang ilegal, tapi juga soal korupsi dan penyalahgunaan kewenangan.

Misteri barang bukti bertuliskan “Satgas Nanggala” juga semakin memperkeruh situasi. Wajar jika publik kini mendesak adanya transparansi penuh, baik dari Bakamla maupun pihak Gubernur Babel, agar kasus ini tidak menguap begitu saja.

Bagi masyarakat Bangka, tambang ilegal yang dibiarkan hidup dengan pola “damai-damaian” seperti ini bukan hanya merusak lingkungan muara dan laut, tapi juga mempermalukan wajah penegakan hukum di negeri serumpun sebalai.

Kasus Jelitik ini seharusnya menjadi momentum pembuktian : apakah hukum di Babel benar-benar tegak lurus ? atau hanya lurus ketika ada uang yang melintang ?

Sumber : KBO Babel
×
Berita Terbaru Update