KENDARI__SIMPULINDONESIA.COM,— Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sulawesi Tenggara (Sultra) dukung penuh serta mendorong pemerintah percepatan rancangan peraturan daerah (Raperda) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP). Rabu (19/11/2025).
Agitasi tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Kadin Sultra, Supriadi yang hadir sebagai pembicara di agenda Focus Group Discussion (FGD) Raperda TJSLP disalah satu hotel di Kota Kendari, Selasa (18/11/2025).
"Kadin dan secara pribadi mendukung penuh langkah pemerintah dan DPRD Sultra dalam membentuk sebuah produk hukum berkaitan dengan Raperda CSR,"Ujar Supriadi.
Menurutnya, Raperda tersebut begitu penting dibentuk pemerintah.
Mengingat aturan terkait pertanggungjawaban atas pengelolaan Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) oleh perusahaan tambang belum efektif.
Selama ini kata Supriadi pengelolaan CSR masih dilakukan secara mandiri oleh perusahaan sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tanpa ada pengawasan diluar internal perusahaan.
Karena tidak ada yang mengawasi, kata dia bisa saja laporan pertanggungjawaban pengelolaan CSR tersebut dimanufulasi, hanya untuk menggugurkan kewajiban admistratif.
Laporan pertanggungjawaban CSR menjadi bagian penting dalam penerbitan Rancangan Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang diajukan perusahaan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sehingga, begitu urgensi Raperda ini dibentuk, supaya alur pengawasan pengelolaan CSR tersebut terlaksana sesuai ketentuan.
"CSR ini kan dikelola oleh perusahaan itu sendiri, siapa yang mengawasi? kan tidak ada. Nah dengan adanya Perda ini, salah satu tujuannya bentuk pengawasannya, serta transparansi pengelolaan CSR betul-betul dijalankan dengan baik,"Jelasnya.
Yang menjadi masalah berikutnya dalam pengelolaan CSR kata Supriadi tidak ada patokan nominal dari hasil keuntungan perusahaan, minimal ada nilai presentasi berapa persen yang mesti perusahaan keluarkan untuk masyarakat terdampak dari aktivitas pertambangan itu sendiri.
Karena jika mengacu dari aturan yang ada, pengusaha datang berinvestasi di sebuah daerah, harus memenuhi dua unsur, yang pertama kedudukan sosial masyarakat dan lingkungan.
Kedua, kehadiran investasi mendatangkan keuntungan bagi daerah dan masyarakat, hal itu selaras dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 di Pasal 33 ayat 3, yang mengatakan bahwa bumi dan air, kekayaan alam yang terkandung di dalam semata-mata untuk menjaminkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi yang sebenarnya.
Karena faktanya, keberadaan tambang justru tidak mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar.
Sehingga, dengan harapan ketika Perda ini dilahirkan tata kelola CSR dapat terarah, penyalurannya bukan dalam bentuk tunai, namun sebuah program yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.
Untuk itu, Supriadi menyarankan beberapa poin penting yang harus dimasukkan ke dalam Perda CSR, diantaranya penentuan angka nominal CSR.
Kemudian laporan pertanggungjawaban CSR tersebut mesti diapolad ke dalam sistim OSS, sebagai wujud transparansi, dan pembuktian CSR tersebut dikelola dengan benar.
Lalu, di Perda CSR juga harus memuat sanksi berupa sanksi teguran, sanksi administrasi hingga sanksi pencabutan izin, apabila dalam aturan di Perda CSR tidak diindahkan perusahaan.
Misalnya, perusahaan ingin mengajukan RKAB, tetapi tidak dibarengi dengan laporan pertanggungjawaban CSR sesuai yang diatur di perda, maka pemerintah daerah (Pemda) tidak akan memberikan rekomendasi perpanjangan RKAB tahun berikutnya.
"Jadi ada sanksi administrasi, dan jika itu dilakukan berturut-turut bisa diberi sanksi pencabutan izin. Karena untuk apa kau datang berinvestasi di wilayah kita, kalau pengelolaan CSR saja untuk pembangunan infrastruktur tidak bisa berjalan dengan baik,"Tutupnya.



