Peristiwa itu terjadi pada Selasa (26/8/2025) malam sekira pukul 20.30 wib di sebuah warung kopi depan SPBU Pangkalbalam.
Warga yang mencurigai gerak-gerik Yanto langsung mengamankannya sebelum akhirnya diserahkan kepada aparat kepolisian dan dibawa ke Bawaslu Kota Pangkalpinang untuk dimintai keterangan.
Saat diamankan, dari tangan Yanto ditemukan uang tunai sebesar Rp 4,8 juta yang dikemas rapi. Uang tersebut rencananya akan dibagikan kepada 30 orang warga dengan nilai Rp 150 ribu per orang untuk memastikan mereka mencoblos salah satu pasangan calon.
“Uang tersebut akan dibagikan kepada warga yang mencoblos besok, masing-masing Rp 150 ribu. Mohon saya tidak diapa-apakan, saya akan kooperatif dan memberikan keterangan yang sebenarnya,” ungkap Yanto saat diwawancarai oleh jejaring media KBO Babel sebelum diserahkan ke Bawaslu.
Dalam pengakuannya, Yanto menyebut bahwa dana tersebut berasal dari tim sukses pasangan calon nomor urut 2, Molen – Zeki.
Ia mengaku hanya ditugaskan sebagai koordinator lapangan untuk menyalurkan dana tersebut kepada warga yang telah dikondisikan.
Kejadian ini sontak menjadi perhatian publik, mengingat praktik money politik sudah berulang kali diingatkan oleh penyelenggara pemilu maupun aparat penegak hukum sebagai bentuk pelanggaran serius yang bisa mencederai demokrasi.
Komisioner Bawaslu Kota Pangkalpinang, Dian Bastari saat dikonfirmasi, menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut sesuai prosedur.
“Kami akan dalami keterangan yang ada, termasuk memanggil pihak-pihak yang disebutkan. Jika terbukti, tentu akan ada konsekuensi hukum,” ujarnya singkat.
Insiden ini menambah daftar panjang dugaan praktik politik uang dalam Pilkada Ulang Pangkalpinang.
Publik kini menantikan sejauh mana Bawaslu dan aparat kepolisian berani menindak para aktor utama di balik peredaran uang haram politik tersebut.
Apakah kasus ini akan berhenti di level “kurir politik”, atau berani menyentuh struktur tim sukses hingga calon yang diuntungkan?
Pilkada yang seharusnya menjadi pesta demokrasi bersih kembali ternoda oleh praktik transaksional.
Jika dibiarkan, bukan hanya integritas Pilkada yang runtuh, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi di Pangkalpinang. (Aimy).
Sumber : KBO Babel