Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Dugaan Money Politik Molen–Zeki, Publik Geruduk Bawaslu, Tuding Tidak Netral

Rabu, 27 Agustus 2025 | 11.25 WIB Last Updated 2025-08-27T04:25:46Z


SIMPULINDONESIA.com_
PANGKALPINANG,- Gelombang kekecewaan masyarakat terhadap kinerja Bawaslu Kota Pangkalpinang mencuat setelah terjadi insiden penangkapan tangan dugaan praktik money politik yang menyeret nama pasangan calon nomor urut 2, Molen – Zeki. 

Kasus ini menjadi sorotan tajam publik karena justru pelapor atau pemberi informasi yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, sementara dugaan politik uang yang semestinya ditindak tegas malah terkesan dibiarkan menguap.

Kejadian bermula pada Selasa (26/8) malam sekitar pukul 20.30 WIB di sebuah warung kopi, Warkop POM, yang terletak tepat di depan SPBU Pangkalbalam. Tim relawan Merdeka bersama warga setempat berhasil menangkap tangan Yanto (50), warga Ampui, Kecamatan Pangkalbalam. 

Saat itu, Yanto tengah menyerahkan uang sebesar Rp4,8 juta kepada seorang perempuan bernama Melia (48), warga Lontong Pancur.

Uang tersebut, menurut pengakuan Yanto, rencananya akan dibagikan kepada 30 orang warga sebagai imbalan agar mencoblos pasangan calon nomor urut 2 pada hari pencoblosan, Rabu 27 Agustus 2025. 

“Yanto sendiri sudah mengakui perbuatannya, dan bahkan bersedia dibawa ke kantor Bawaslu untuk dimintai keterangan,” kata salah satu saksi warga di lokasi.

Sebelum penangkapan dilakukan, masyarakat terlebih dahulu melaporkan dugaan transaksi politik uang tersebut kepada komisioner Bawaslu Kota Pangkalpinang dan pihak Intel Polresta. 

Namun, yang mengejutkan, warga justru diminta melakukan penangkapan sendiri tanpa pendampingan aparat penegak hukum dari kepolisian, kejaksaan, maupun tim Gakkumdu.

Setelah diamankan, Yanto dibawa ke kantor Bawaslu Kota Pangkalpinang. Pemeriksaan pun dilakukan bersama penyidik Polresta yang tergabung dalam Gakkumdu. Akan tetapi, alih-alih mendalami asal-usul dana dan keterkaitannya dengan tim sukses pasangan calon nomor urut 2, penyidik justru menetapkan pelapor atau pemberi informasi sebagai tersangka. Keputusan itu sontak memicu kemarahan publik.

Puluhan massa pun langsung mendatangi kantor Bawaslu Kota Pangkalpinang. Mereka berorasi keras menuding lembaga pengawas pemilu tersebut tidak netral dan terindikasi berpihak kepada salah satu pasangan calon. 

“Bawaslu seharusnya menerima laporan dulu, menelusuri aliran dana, dan menyelidiki apakah betul berasal dari Paslon 2. Bukannya malah menjadikan pelapor atau pemberi informasi tersangka. Percuma ajak masyarakat melawan politik uang, kalau Bawaslu justru mendukung praktik itu,” teriak seorang orator.

Situasi di sekitar kantor Bawaslu sempat memanas. Jalanan macet karena banyak pengguna jalan berhenti menyaksikan kerumunan massa yang terus bertambah. 

Aparat kepolisian tampak berjaga-jaga, meski situasi relatif terkendali. Hingga berita ini diturunkan, ratusan warga masih bertahan di depan kantor Bawaslu sebagai bentuk protes atas dugaan keberpihakan lembaga itu.

Kasus ini menimbulkan tanda tanya besar. Publik menduga ada “main mata” antara penyelenggara pemilu dengan salah satu kandidat. Jika benar, maka hal ini bukan hanya mencederai demokrasi, tetapi juga merusak integritas Pilkada Ulang Kota Pangkalpinang yang digadang-gadang harus lebih jujur, adil, dan bebas dari politik uang.

Para pengamat menilai, keputusan menetapkan pelapor sebagai tersangka bisa menjadi preseden buruk. 

Pertama, hal ini akan membuat masyarakat takut melapor bila menemukan praktik politik uang. 

Kedua, menimbulkan ketidakpercayaan terhadap independensi Bawaslu dan tim Gakkumdu. 

Ketiga, berpotensi memicu konflik sosial di tengah masyarakat yang kini sudah terbelah akibat dukungan politik.

Hingga kini, Bawaslu Kota Pangkalpinang belum memberikan keterangan resmi terkait alasan penetapan pelapor sebagai tersangka. 

Sementara dari pihak kepolisian, hanya disebutkan bahwa ada unsur pelanggaran dalam proses penangkapan yang dilakukan warga. 

Namun, pernyataan itu dianggap publik sebagai bentuk pembelaan terhadap praktik curang yang sudah nyata-nyata diakui oleh pelaku.

Gelombang protes masyarakat menunjukkan bahwa integritas penyelenggara pemilu sedang dipertaruhkan. 

Jika kasus ini tidak ditangani secara transparan dan adil, Pilkada Ulang Pangkalpinang bukan hanya kehilangan legitimasi, tetapi juga bisa menjadi catatan kelam dalam sejarah demokrasi lokal. (KBO Babel)
×
Berita Terbaru Update