SIMPULINDONESIA.com_ Demokrasi Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan yang mengkhawatirkan. Munculnya wacana atau upaya untuk mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) melalui DPRD merupakan ancaman nyata yang dapat mematikan kedaulatan rakyat. Sistem ini, jika diterapkan, akan meruntuhkan pilar-pilar demokrasi yang telah kita bangun dengan susah payah pasca-Orde Baru.
Perampasan Hak Rakyat
Dalam sistem pemilihan lewat DPRD, rakyat tidak lagi memiliki hak suara langsung untuk menentukan siapa yang layak memimpin daerah mereka. Hak konstitusional tersebut seolah "dirampas" dan dialihkan sepenuhnya kepada partai politik yang duduk di kursi parlemen daerah. Hal ini mengakibatkan hilangnya kontrol langsung masyarakat terhadap jalannya pemerintahan di tingkat lokal.
"Ini adalah ancaman serius bagi demokrasi kita," tegas Andi Fatahuddin, seorang aktivis demokrasi sekaligus konsultan politik. "Rakyat harus memiliki hak untuk memilih langsung calon kepala daerahnya, bukan ditentukan oleh elit partai politik semata."
Salah satu kekhawatiran terbesar dari sistem ini adalah terbukanya lebar pintu korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Tanpa keterlibatan langsung rakyat, proses pemilihan rentan menjadi ajang transaksi "dagang sapi" antar-elit. Partai politik berpotensi memilih calon bukan berdasarkan kompetensi atau integritas, melainkan berdasarkan siapa yang mampu memenuhi kepentingan kelompok atau memberikan keuntungan finansial.
Seringkali argumen yang muncul adalah untuk menghindari money politics di tingkat akar rumput. Namun, Andi Fatahuddin berargumen bahwa mencabut hak pilih rakyat bukanlah solusinya. Masalah sebenarnya terletak pada lemahnya penerapan aturan dan sistem kaderisasi internal partai politik yang rapuh.
"Mengapa hak rakyat harus dicabut secara inkonstitusional hanya karena kelemahan sistem? Saat ini, siapa yang punya uang, dialah yang dilirik. Ini adalah kegagalan sistem kaderisasi, bukan kesalahan hak pilih rakyat," tambah Andi.
Amanah Konstitusi dan Kepercayaan Publik
Menjaga Pilkada langsung adalah bentuk kepatuhan terhadap amanah UUD 1945 dan semangat reformasi. Jika sistem demokrasi ini tidak dipertahankan, kita berisiko mengalami degradasi politik di mana rakyat akan kehilangan kepercayaan (distrust) terhadap seluruh sistem politik di Indonesia.
Jika kedaulatan rakyat terus dikikis demi kepentingan praktis elit, maka integritas bangsa sedang dipertaruhkan. Kita harus menuntut sistem pemilu yang tetap adil, transparan, dan benar-benar demokratis.
Ketika demokrasi dibungkam dan hak rakyat dikebiri, maka tidak ada pilihan lain bagi para pejuang demokrasi selain bersuara lantang. Sebagaimana pesan penutup dari Andi Fatahuddin: "Hanya ada satu kata: Lawan!"



