KENDARI__SIMPULINDONESIA.COM,— Kasus pemuda di Kendari disekap dan dipukuli hingga babak belur oleh sepuluh orang tak dikenal (OTK) tersebut mandek di meja Polresta Kendari. Jumat (05/12/2025).
Diketahui alasan sibuk dan tidak memiliki waktu menjadi dalih aparat berseragam coklat Kota Kendari belum menangani perkara tersebut.
Pihak keluarga korban penganiayaan Ading Wijaya (28) sejak 18 November 2025 atau 2 hari setelah kejadian, langsung melapor ke Polres Kendari.
Namun hingga 4 Desember 2025, belum ada perkembangan yang signifikan.
"Sangat Banyak juga laporan dari masyarakat yang kita tangani bapak, akan di proses tuntas ya bapak, kita sedang kegiatan pengamann unras (demonstrasi)," jelas Kasat Reskrim Polres Kendari, Welliwanto Malau.
Awal mula kronologi kejadian tersebut adalah, Ading Wijaya, dijemput paksa oleh orang tak dikenal (OTK) namun mengaku sebagai polisi kemudian, dibawa ke arena biliar diduga milik Kanit Tipidter Reskrim Polresta Kendari IPDA Ariel Mogens Ginting.
Di lokasi biliar tersebut Ading Wijaya dikeroyok hingga babak belur.
Pengeroyokan itu diduga berlangsung selama tiga jam pada Minggu (16/11/2025) pagi sekitar pukul 10.00 Wita hingga pukul 13.00 Wita.
Setelah babak belur, barulah Ading dibawa ke Polresta Kendari.
Tindakan pengeroyokan ini telah dilaporkan ke polisi oleh keluarganya.
Keluarga Ading melaporkan Indri, sang kekasihnya diduga sebagai dalang penculikan.
Keluarga korban, Ferdiansyah mengisahkan, peristiwa itu bermula saat Ading Wijaya mendapati kekasihnya pulang dalam kondisi mabuk dengan laki-laki lain diduga selingkuhnya, pada Minggu (16/11/2025) dinihari sekitar pukul 04.00 Wita.
Ading tersulut emosi. Ia menganiaya kekasihnya saat hendak menuju ke kamar kosnya di Jl Supu Yusuf, Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari.
"Setelah itu dia pulang ke rumah salah satu keluarga. Jam 10 pagi dia dijemput paksa 6 orang pakai mobil, mengakunya polisi, tapi tidak ada surat penangkapan atau surat tugas dan identitas yang menerangkan sebagai anggota," beber Ferdiansyah, Kamis (4/12/2025).
Karena mengira dijemput polisi, pihak keluarga tak protes dan menyerahkan kasusnya kepada kepolisian.
Ternyata, Ading tak dibawa ke kantor polisi melainkan dibawa ke Biliar Prawira.
"Dikeroyok di ruang VIP lantai 2, selama 3 jam oleh 10 orang. Nanti dibawa di Polresta Kendari jam 1 siang. Sudah penuh luka memar kepala bagian kanan, mata kanan dan bengkak di tangan kanan," ungkap Ferdiansyah.
Tak kunjung mendapatkan kabar, Ferdiansyah mencari keberadaan Ading usai dijemput paksa.
Ia lantas menemui Indri. Indri bilang Ading sudah berada di Polresta Kendari.
Ferdiansyah dan istrinya lantas menuju ke Polresta Kendari untuk menemui Ading.
Usai bertemu, Ading sempat merahasiakan kejadian itu, namun karena tampak luka-luka di wajahnya, pihak keluarga meminta Ading berterus terang.
Ading lantas menceritakan peristiwa sebenarnya. Atas informasi itu, Ferdiansyah kemudian menemui Kanit Tipidter Reskrim Polresta Kendari IPDA Ariel Mogens Ginting.
"Jadi, pak Ariel mengetahui penculikan itu karena dia memperlihatkan video penjemputan ke saya. Saya tidak tahu dari mana. Dia katanya mau mediasi, tapi jangan kita ambil tindakan lebih jauh, jangan lapor balik. Nanti dia bantu komunikasikan. Tapi sampai sekarang tidak ada kabar, bahkan langsung ditahan," katanya.
Sepulang dari menemui IPDA Ariel dan bertukar nomor ponsel, terjadi komunikasi lanjutan lewat pesan WhatsApp.
Dimana Ariel bahkan menawarkan untuk memberikan penangguhan penahanan jika Indri ngotot melanjutkan perkara ini.
"Kalau Indri ngotot, kita bermohon juga ke saya tangguhkan juga penahanannya secara prosedur kan masih bisa dipertimbangkan," tulis Ariel kepada Ferdiansyah.
Enam belas hari setelah dilaporkan, Indri tak kunjung diperiksa. CCTV yang menjadi bukti juga tak kunjung disita.
Visum baru diberikan dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sultra, pada Kamia (4/12/2025).
Karena hal itu, Ferdiansyah pun mengadukan penyidik ke Bagian Pengawasan Penyidikan (Wassidik).
Ferdiansyah terpaksa melaporkan penyidik ke Wassidik Polda Sultra karena sudah lebih dari 10 kali bolak-balik ke Polresta Kendari namun kasusnya mandek.
“Kata penyidik, Indri belum diperiksa karena sibuk kerja. CCTV tidak bisa disita kalau pemilik Biliar Prawira tidak setuju," keluhnya.
Kanit Tipidter Reskrim Polresta Kendari, IPDA Ariel Mogens Ginting membantah dirinya pemilik Biliar Prawira.
Ia mengaku hanya sebagai inisiator di Biliar Prawira.
Namun, dalam komunikasi via WhatsApp, IPDA Ariel mengaku sebagai pemilik usaha dan bisa memecat Indri dan karyawan lain jika terlibat sebagai pelaku pengeroyokan.
"Kalau tanya status perkara, tanyakan ke pidum pak. kalau memang ada tkp (tempat kejadian perkara) di Prawira Billiard, tanyakan ke direktur," ungkapnya.
Padahal, dalam bukti komunikasi dengan Ferdiansyah, IPDA Ariel mengetahui kejadian itu.
"Kan ada ji saya Polresta saya tau semua ceritanya," pungkasnya.



