Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Diduga Pakai Anggaran Kantor Penghubung, Nama Sekda Asrun Lio dan Eks Gubernur Diseret dalam Pusaran Korupsi

Rabu, 29 Oktober 2025 | 1:22 PTG WIB Last Updated 2025-10-29T06:25:04Z

Gambar : Eks Gubernur Ali Mazi (Kiri) dan Sekda Provinsi Sulawesi Tenggata Asrun Lio (Kanan). (Foto/Kolase).


KENDARI__SIMPULINDONESIA.COM,— Kuasa hukum Wa Ode Kanufia Diki (WKD), tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi belanja Bahan Bakar Minyak (BBM) dan pelumas Kantor Badan Penghubung Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) di Jakarta, ungkap fakta baru terkait kasus yang menjerat kliennya. Rabu (29/10/2025).


Diketahui dana yang menjadi dasar penetapan tersangka terhadap WKD justru diduga digunakan untuk kepentingan pribadi eks Gubernur Sultra, Ali Mazi, dan Sekretaris Daerah (Sekda) Sultra, Asrun Lio.


Ketua tim kuasa hukum WKD, Aqidatul Awwami, menegaskan kliennya tidak pernah menikmati dana yang kini dipersoalkan penyidik Kejaksaan Tinggi Sultra. 


Menurutnya, tidak ada bukti aliran dana ke rekening pribadi WKD, maupun penerimaan secara tunai.


"Tidak dinikmati oleh Ibu WKD. Tidak ada ditemukan dalam bentuk barang, mengalir ke rekening, bahkan sampai ke pencucian uang pun tidak ada ditemukan,” ujar Aqidatul kepada awak media di salah satu kafe di Kendari, Selasa (28/10/2025).


Ia menjelaskan, anggaran yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Januari–Desember 2023 senilai sekitar Rp560 juta, justru digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi Ali Mazi, anaknya, dan Sekda Sultra.


"Dana itu dipakai untuk keperluan rumah tangga di rumah pribadi Pak Ali Mazi di Jakarta, seperti bayar listrik, belanja kebutuhan anaknya, perbaiki mainan, bayar pembantu rumah tangga, hingga antar jemput anaknya,” ungkapnya.


Aqidatul mencontohkan, anak bungsu Ali Mazi disebut sering berbelanja kebutuhan di gerai Indomaret dengan nilai mencapai puluhan juta rupiah.


"Kalau anak bungsunya belanja di Indomaret, bisa Rp10 juta sampai Rp20 juta sekali belanja,” katanya.


Selain itu, kata dia, anggaran tersebut juga digunakan untuk keperluan pribadi Sekda Sultra, Asrun Lio, termasuk pembiayaan acara ulang tahunnya.


"Sekda juga pakai, salah satunya untuk ulang tahun. Jadi jelas ini bukan untuk keperluan kantor,” tegasnya.


Aqidatul menjelaskan, untuk menutupi kebutuhan tersebut, para staf Kantor Penghubung Sultra di Jakarta diminta mencari dana terlebih dahulu sebelum anggaran resmi cair. 


Setelah dana cair, laporan pertanggungjawaban (LPJ) dibuat dan ditandatangani oleh WKD agar bisa dicairkan.


"Misalnya belum ada uang dari pemerintah, tapi kebutuhan Ali Mazi dan pejabat lainnya harus dipenuhi. Mereka cari uang dulu, atau mengutang. Setelah itu ditagihkan ke bendahara untuk diganti,” jelasnya.


Aqidatul juga menyinggung perbedaan pola penggunaan anggaran antara masa WKD dan penggantinya, Yusra Yuliana Basra (YY).


"Di masa YY, mereka pakai rekening penampung atas nama seseorang bernama Ridho dengan modus belanja BBM dan pelumas. Klien kami sudah tidak menjabat waktu itu,” tuturnya.


Pemecatan kliennya dari jabatan Kepala Kantor Penghubung pada Maret 2023 diduga karena WKD menolak mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang tidak sesuai ketentuan.


"Kenapa dia diberhentikan, karena klien kami sudah tidak mau melakukan hal-hal yang mempertanggungjawabkan sesuatu yang tidak benar,” katanya.


Aqidatul juga mengaku, kliennya sempat meminta petunjuk kepada Sekda Sultra mengenai bagaimana mempertanggungjawabkan anggaran yang digunakan di luar ketentuan.


"Pak Sekda bilang, ‘pintar-pintar kalianlah’. Itu sesuai juga dengan keterangan dua tersangka lain, bahwa mereka hanya dijadikan pelayan pribadi,” ujarnya.


Atas dasar tersebut, pihak kuasa hukum WKD mendesak Kejaksaan Tinggi Sultra agar memeriksa Ali Mazi dan Sekda Sultra untuk menelusuri aliran dana tersebut.


"Kami berharap Kejati Sultra juga memeriksa Pak Ali Mazi agar jelas siapa yang sebenarnya menikmati dana ini,” imbuhnya.


Sementara itu, anggota tim kuasa hukum WKD, Jusmang Jalil, menambahkan praktik penyalahgunaan anggaran tersebut sudah berlangsung sejak awal masa jabatan Ali Mazi. 


Ia menyebut, pada tahun 2020, Ali Mazi meminta tambahan anggaran Rp 3 miliar agar dimasukkan ke dalam pagu Kantor Badan Penghubung Sultra di Jakarta.


"Dua bulan setelah dilantik, klien kami dipanggil ke Kendari dan diminta oleh Pak Ali Mazi agar dana Rp3 miliar dimasukkan ke pagu kantor. Katanya untuk kebutuhan pribadi beliau,” ungkap Jusmang.


Menurutnya, permintaan tersebut disetujui oleh pejabat Pemprov Sultra saat itu, termasuk Kepala Bappeda Robert dan mantan Kepala BPKAD Sultra, Hj. Isma.


"Anggaran itu tidak melalui pembahasan DPRD, tapi langsung diinisiasi oleh Pak Gubernur. WKD waktu itu baru dilantik, jadi hanya ikut saja,” jelasnya.


Jusmang menyebut, pola tersebut terus berlanjut hingga tahun 2023, meski besaran anggarannya berubah-ubah setiap tahun.


"Kalau diusut sejak 2020, kerugiannya bisa jauh lebih besar. Tapi BPK hanya mencatat temuan 2023,” tutupnya.


Sampai berita ini ditayangkan, Tim SIMPULINDONESIA.COM masih berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak terkait.

×
Berita Terbaru Update