![]() |
Gambar: Screenshot Rekaman video yang beredar di Media Sosial |
Warga yang tidak n̈diperbolehkan menambang ditempat tersebut meliputi Desa Bukit Layang dan beberapa desa lainnya di Kecamatan Bakam, Kabupaten Bangka.
Kejadian itu terekam dalam video berdurasi 47 detik yang sempat viral di media sosial. Dimana terlihat seorang perwakilan dari CV TMR meminta warga tidak menambang di area parit atau bandar sawit. Melainkan pindah ke blok yang telah disiapkan oleh pihak CV. TMR.
Tak hanya itu saja, dirinya juga mempertegaskan kepada warga agar warga tidak mengatasnamakan perwakilan desa dalam aktivitas penambangan tersebut.
"Kalian bekerjalah di wilayah yang ada SPK (Surat Perintah Kerja) nya dan sudah beberapa kali saya bilang, jangan bekerja membawa nama desa," tandas perwakilan CV TMR itu, dengan nada tinggi.
Namun, dibalik Ultimatum pelarangan itu, terdapat pertanyaan besar terkait legalitas milik CV TMR. Yang mana, diduga CV TMR diketahui belum mengantongi SPK.
Melainkan hanya Surat Perintah Uji Coba Tambang (SPUCT), yang dikeluarkan oleh Bidang Pengawasan Tambang Darat Bangka Induk (Wasprod).
Sementara, mitra kerja PT Timah tersebut sudah beroperasi di lokasi itu lebih dari satu bulan dan diduga sudah menghasilkan puluhan ton pasir timah.
Selain itu Informasi yang lebih lanjut menyebutkan, jika CV TMR bekerjasama dengan beberapa oknum anggota TNI, dalam memonopoli wilayah IUP tersebut.
Bahkan, beberapa oknum tersebut sampai berjaga di bagian pintu masuk dan dilapangan aktivitas tambang.
"Informasinya yang sempat kita dengar perbincangan beberapa sumber diduga ada oknum anggota Kodam (Komando Daerah Militer) yang membekingi dan dijaga oleh beberapa bawahannya dari Batalyon bang," ujar sumber terpercaya kepada awak media yang enggan menyebutkan jati dirinya.
Disisi lain warga juga menolak untuk bergabung dengan pihak CV. Dikarenakan harga beli timahnya sangat rendah dan seperti dimonopoli, yaitu hanya seharga Rp.100.000/kilogram.
Menurut sumber tadi, begitu sangat disayangkan hal seperti ini bisa terjadi. Karena pada aksi demo di PT. Timah tanggal 6 Oktober 2025 lalu, sudah jelas jika hasil terkait tuntutan itu salah satunya adalah memperbolehkan masyarakat menambang di konsesi PT Timah.
Sangat disayangkan hal seperti ini bisa terjadi, yang mana aksi demo di PT Timah tanggal 6 Oktober kemarin sudah jelas, jika hasil terkait tuntutan itu salah satunya adalah memperbolehkan masyarakat menambang di konsesi PT Timah.
Dalam aksi Demo Aliansi Rakyat Tambang (ART) Bangka Belitung itu juga menyebutkan terdapat empat tuntutan yang disetujui. Diantaranya, menaikan harga timah Rp. 300 ribu untuk SN 70% Mengizinkan penambang menambang di wilayah IUP PT Timah asalkan hasilnya dijual ke PT Timah, serta membubarkan Satgas Timah.
Terkait sebagai penyeimbangan berita, hingga berita ini diterbitkan, redaksi SimpulIndonesia.com dalam upaya konfirmasi terhadap pihak terkait.
"Sungguh begitu sangat disayangkan hal seperti ini bisa terjadi. Karena pada aksi demo di PT. Timah tanggal 6 Oktober 2025 lalu, sudah jelas jika hasil terkait tuntutan tersebut," tukasnya menutup pembicaraaannya. (Aimy).