Dua sosok yang terlahir dari Rahim anak petani, dua sahabat masa kecil hingga kini, dan dua pemuda penuh mimpi yang lahir dari rahim keluarga biasa, akan melangkah ke puncak tertinggi dunia akademik yaitu Ujian Terbuka (Promosi Doktor/S3) di hari yang sama.
Mereka adalah Akram Ista Putra dari Bapak Ismail dan Ibu Tanawali dan Supriandi putra dari Alm. Sangkala dan Almh. Hamsinah. Dua putra daerah yang masa kecilnya diwarnai lumpur sawah, kebun dan gembala sapi adalah makanan hari-hari mereka. Namun dari kesederhanaan itulah tekad besar tumbuh. Tak gentar oleh keterbatasan, keduanya menapak jenjang pendidikan tinggi dengan semangat yang tak pernah padam.
Pada hari Rabu, 7 Mei 2025 yang akan datang, kedua pemuda ini akan menorehkan sejarah: menjalani sidang terbuka Promosi Doktor secara bersamaan, di Universitas yang sama (UIN Alauddin Makassar).
Momen langka ini menjadi simbol dari kekuatan mimpi dan perjuangan bahwa tidak ada batas bagi anak desa untuk mengukir prestasi setinggi langit.
“Kami tumbuh dari keluarga yah bisa dibilang tidak punya apa-apa dan penuh keterbatasan, Orang tua kami hanyalah seorang Petani yang sudah berumur, tapi satu pesan yang saat ini kami pegang, jangan lupa tanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-harimu, dan saya berpikir itu adalah warisan yang paling berharga. Dan saya percaya itu,” ujar Akram Ista dengan mata berkaca.
Sementara itu, Supriandi mengungkapkan rasa harunya. “Saya masih ingat dengan jelas saat-saat menggembalakan sapi di ladang. Ketika itu, saya mengambil rumput untuk makanan sapi, sementara orang tua saya, terutama almarhumah ibu saya, memberikan pesan yang sangat berharga. "Belajarlah dengan baik, karena orang tuamu tidak memiliki kesempatan untuk bersekolah tinggi, bahkan tidak tamat SD. Kami berharap kamu bisa menjadi orang yang sukses." Pungkas Supriadi dengan penuh haru mengingat pesan sang ibu.
Pesan-pesan agama yang beliau sampaikan juga selalu terngiang di telinga saya hingga saat ini, meskipun beliau tidak sempat melihat anaknya meraih gelar Doktor. Ibu saya selalu berpesan, "Nak, ayah dan ibumu miskin, tapi ingatlah bahwa Tuhanmu tidak miskin. Mintalah kepada-Nya, karena Tuhanmu Maha Kaya. Jaga sholatmu dengan baik."
Ungkapan ini menjadi semangat hidup saya untuk membuktikan bahwa anak petani miskin, pengembala sapi, juga bisa melanjutkan pendidikan hingga Doktoral.
Pesan-pesan itu tidak hanya menjadi motivasi, tetapi juga pengingat akan pentingnya bersyukur dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Saya berharap dapat menjadi contoh bagi orang lain bahwa dengan kerja keras dan doa, impian dapat tercapai, tidak peduli apa latar belakang kita." Pungkasnya dengan nada bersedih.
Kisah mereka bukan sekadar berita keberhasilan, tapi cermin bagi generasi muda penuh inspiratif yang sedang berjuang dalam keterbatasan. Di balik Ujian Promosi Doktor yang akan ia Taklukkan dihadapan Dewan Penguji, Para Professor (Guru Besar) nanti, ada tahun-tahun penuh pengorbanan, kerja sambilan demi biaya kuliah, dan malam-malam panjang di perantauan yang jauh dari pelukan keluarga.
Menanggapi hal tersebut, Salah satu warga Desa Bontorannu menyambut kabar ini dengan rasa haru dan bangga.
“Anak-anak ini memang menjadi contoh teladan di kampung kami untuk Generasi kedepan, mereka telah membuktikan bahwa Keluarga sederhana dari desa kecil pun bisa melahirkan pemikir besar,” tutur salah seorang tokoh masyarakat setempat yang enggan disebut namanya.
Kisah dua anak petani ini adalah bukti nyata bahwa harapan selalu punya tempat untuk tumbuh, bahkan di ladang-ladang sederhana yang dulu hanya ditanami padi dan jagung. Hari ini, dua benih harapan itu tumbuh menjadi Sosok Intelektual yang luar biasa, itu semua melalui jalan pendidikan.(*)