Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Situasi Memanas di Keranggan, Warga Bangkit Lawan TI Ilegal Rugikan Desa

Jumaat, 9 Mei 2025 | 11:46 PG WIB Last Updated 2025-05-09T04:46:27Z


SIMPULINDONESIA.com_
BANGKA BARAT,_ Ratusan warga dari 3 Dusun Keranggan Atas, Keranggan Tengah dan Keranggan Bawah bersatu menyuarakan penolakan terhadap aktivitas tambang timah ilegal jenis Ponton Isap Produksi (PIP) yang diam-diam mulai beroperasi lagi di perairan Laut Keranggan.

Gelombang kemarahan pun meledak dilakukan di Balai Desa Keranggan, Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat, pada Selasa (6/5/2025) malam.

Aksi tersebut berlangsung panas dan emosional, dipicu ketidakadilan serta ancaman terhadap lingkungan pesisir yang selama ini menjadi aset wisata masyarakat setempat.

Sekira pukul 20.00 WIB, tampak terlihat halaman balai desa sudah dipadati oleh massa yang menuntut kejelasan dan penghentian aktivitas tambang ilegal tersebut. 

Warga menilai, keberadaan tambang itu tidak hanya mencederai hak mereka, akan tetapi juga berpotensi memecah persatuan, kesatuan dan sosial budaya masyarakat setempat. Karena dikelola oleh oknum-oknum yang mengatasnamakan masyarakat setempat.

“Kami hanya dapat 55 ribu per KK. Padahal mereka bilang mewakili warga. Mana ada tambang ilegal di laut pariwisata bisa dibilang legal. Kalau masih buka, berarti ada beking di belakang,” ungkap SR, salah satu ibu rumah tangga dengan nada keras.

Senada juga sampaikan oleh YL. Ia mengungkap bahwa situasi di pesisir laut Keranggan pada sore hari sudah memanas. 

“Sempat nyaris saling serang pakai sajam. Jadi mending ditutup saja. Kalau tidak, ini bakal tambah parah dan tidak kondusif.," ujarnya saat diwawancarai tim media KBO Babel.

Sementara itu, Haidir selaku Ketua RW, didampingi RT setemoat, Mul dan RT Rusmin, menyambut kedatangan warga dan mendengar langsung keluhan yang mereka sampaikan. 

Haidir menyebutkan bahwa konflik semacam ini sebelumnya belum pernah terjadi. Namun, karena masyarakat merasa dirugikan secara ekonomi dan sosial, kemarahan akhirnya pun meledak.

Dalam konteks hukum, tuntutan warga memiliki dasar kuat. Aktivitas tambang tanpa izin resmi melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP) dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.

Warga juga dilindungi oleh Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yang menegaskan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata.

Dengan kata lain, aspirasi masyarakat Keranggan merupakan bentuk pembelaan atas hak konstitusionalnya. 

Mereka bukan hanya menolak tambang ilegal, tapi juga menuntut perlindungan atas ruang hidup, keamanan, dan warisan alam bagi generasi mendatang.

Mereka pun mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) segera bertindak.

“Kalau tidak ditindak, jangan salahkan kami akan turun aksi ke Polres bahkan ke Bupati,” ancanYL mewakili suara ibu-ibu Keranggan.

Setidaknya, konflik ini menjadi peringatan serius bagi Pemerintah Kabupaten Bangka Barat dan aparat terkait, bahwa pembiaran terhadap tambang ilegal bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga menyulut konflik horizontal di tengah masyarakat.

Ketegasan negara dalam menindak pelaku tambang ilegal adalah kunci menjaga ketertiban dan keadilan sosial. (Aimy)


Sumber : KBO Babel.
×
Berita Terbaru Update