Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Opini : Penatapan Pengadilan Negeri Kendari Diotak-atik, Oleh Serly Wakil Ketua BEM FH UHO

Senin, 15 September 2025 | 19.01 WIB Last Updated 2025-09-15T12:01:16Z

Gambar : Serly Wakil Ketua BEM FH UHO. 


SIMPULINDONESIA.COM__KENDARI,— Sudah menjadi prinsip dasar bahwa Putusan Penetapan Pengadilan adalah mahkota keadilan yang tidak boleh diubah seenaknya, sebab setiap amar yang diucapkan hakim dalam sidang terbuka untuk umum mengikat para pihak dan memiliki konsekuensi hukum yang pasti.


Oleh karena itu, setiap perbedaan, apalagi perubahan substansi dalam amar putusan, bukanlah perkara sepele yang dapat dianggap sebagai kesalahan teknis belaka, melainkan dapat merusak sendi-sendi kepastian hukum dan menimbulkan kecurigaan publik terhadap integritas peradilan.


Faktualnya, di Pengadilan Negeri Kendari terdapat 2 (dua) versi terhadap Penetapan Nomor 32/Pdt.P/2023/PN Kdi. Perkara tersebut dimohonkan oleh seseorang bernama La Ami. 


Ia bermaksud mengubah nama pada ijazahnya karena berbeda dengan KTP, Akta Kelahiran dan Kartu Keluarga. Dalam ijazahnya dituliskan nama La Rasani, sedangkan dalam KTP dan lainnya dituliskan nama La Ami.


Olehnya itu Pengadilan Negeri Kendari menerima Permohonan Pemohon dengan mengeluarkan PenetapanNomor 32/Pdt.P/2023/PN Kdi. Namun Jika ditelisik lebih dalam, terdapat 2 (dua) versi Peneteapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Kendari.


Versi Pertama, dalam Permohonannya Pemohon menyatakan “memberikan izin pada kantor dinas Pendidikan Kota Kendari”. Kemudian fakta persidangan, oleh saksi bernama Andal Jaya dan Wa Ode Siti S.Pd memberikan keterangan “agar bisa diterbitkan Ijazah baru Paket C atau Surat Keterangan dari Dinas Pendidikan Kota Kendari”. Selanjutnya dalam Amar Penetapan “memberi izin kepada Kantor Dinas Pendidikan Kota Kendari…”


Versi Kedua, dalam Permohonannya Pemohon menyatakan “memberikan izin pada kantor dinas Pendidikan Kabupaten Muna”. Kemudian faktapersidangan, oleh saksi bernama Andal Jaya dan Wa Ode Siti S.Pd memberikan keterangan “agar bisa diterbitkan Ijazah baru Paket C atau Surat Keterangan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Muna”.


Selanjutnya dalam Amar Penetapan “memberi izin kepada Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Muna” Selain itu, Pengadilan Negeri Kendari dalam Amar Penetapan tersebut juga memperluas Kewenangan Dinas Pendidikan Kota Kendari atau Dinas Pendidikan Kabupaten Muna untuk menerbitkan Ijazah Paket C untuk SD, SMP dan SMA sebagai mana dikutip Penetapan tersebut:


“Memberikan izin kepada Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara setelah diberikannya turunan resmi Surat Penetapan ini untuksegera mencatat perubahan nama pemohon tersebut dalam Register yang sedang berjalan untuk itu segera menerbitkan ijazah Paket C SD, SMP, dan SMA yang baru terhadap pemohon dengan nama LA AMI lahir di Raha 23 Desember 1974”.


Secara hukum, produk dari Ujian Susulan (Paket) masing-masing jenjang Pendidikan berbeda-beda sebagaimana jenjang pendidikannya. 


Untuk siswa SD yang mengikuti Ujian Sususlan (Paket) maka yang produk Ijazah yang didapatkana adalah Ijazah Paket A, untuk SMP adalah Ijazah Pekat B dan untuk SMA adalah Ijazah Peket C. 


Olehnya itu nomenklatur Ijazah Paket C SD dan SMP tidak lah dapat dibenarkan secara hukum.

Berkaitan dengan 2 (dua) versi Penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Kendari jelas bukanlah kesalahan redaksional sederhana melainkan perubahan substansi terhadap Permohonan, Fakta Hukum serta Amar Penetapan yang menimbulkan pertentangan dan ketidakpastian hukum.


Kejanggalan tersebut harus dipandang sebagai cacat serius dalam praktek peradilan. Sebab Pengadilan Negeri Kendari secara faktual telah mengubah penetapan setelah diucapkan dalam persidangan.


Perubahan Penetapan oleh pengadilan tanpa dasar prosedural yang sah bukan sekedar kekhilafan teknis, melainkan sebuah penyimpangan serius yang mencederai asas kepastian hukum dan integritas peradilan.


Hakim hanya diberi ruang untuk memperbaiki kekeliruan pengetikan (error materialis), bukan mengotak-atik substansi putusan yang telah diucapkan. 


Lantas, bagaimana mungkin sebuah pengadilan yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan justru dengan mudah mengubah penetapannya sendiri?


Praktik demikian adalah pengkhianatan terhadap keadilan, sebuah noda yang mencoreng wibawa lembaga peradilan. 


Bagaimana masyarakat dapat mempercayai hakim, jika amar produk yang dikeluarkan bisa berubah-ubah? Jika hal ini dibiarkan, maka pengadilan akan kehilangan muruahnya. Dan hanya menjadi panggung formalitas yang kehilangan ruh keadilan.


Oleh sebab itu, langkah korektif wajib ditempuh ialah permohonan perbaikan amar, laporan kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY), serta membuka ruang proses pidana jika ditemukan unsur kesengajaan. 


Apakah kita rela membiarkan keadilan dipermainkan, ataukah kita akan berdiri menegakkan hukum agar marwah peradilan tetap terjaga? Tindakan semacam itu bukan lagi sekedar kelalaian, melainkan perbuatan tercela, bahkan beraroma manipulasi, yang wajib dipertanggung jawabkan secara hukum, etik, dan moral.


Penulis : Serly Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Halu Oleo (UHO)


×
Berita Terbaru Update