Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tes Kampus untuk RT/RW : Gagasan Mewah, di Realitas Jadi Masalah

Jumat, 05 Desember 2025 | 14.14 WIB Last Updated 2025-12-05T07:14:07Z



Opini

Oleh : Muhamad Zen (Wartawan dan Pemerhati Kebijakan Publik)

SIMPULINDONESIA.com_ PANGKALPINANG,- Rencana Wali Kota Pangkalpinang yang ingin melibatkan Perguruan Tinggi untuk mengetes calon RT dan RW belakangan membuat banyak warga bertanya-tanya. 

Di atas kertas, gagasan ini terlihat keren dan modern. Tapi ketika dibawa ke kehidupan nyata, banyak hal yang justru terasa tidak pas.

Pertanyaan pertama yang harus dijawab sederhana saja : RT/RW itu bekerja untuk siapa ? Untuk Walikota atau untuk warganya ?

Kalau ini seleksi untuk jabatan kepala dinas, melibatkan Kampus sebagai Tim Penilai masih bisa dipahami. Mereka bekerja langsung di bawah pemerintah kota Pangkalpinang

Meski begitu, hasil seleksi Tim Ahli tetap hanya bersifat rekomendasi dan keputusan akhirnya tetap di tangan Wali kota.

Tapi kalau berbicara dikaitkan sama yang akan dilakukan untuk RT/RW, ya tentu saja berbeda. RT/RW adalah pemimpin lingkungan. Mereka dipilih warga, bekerja untuk warga, dan dekat dengan warga.

Mereka menjadi tempat mengadu, tempat meminta solusi cepat, teman diskusi, bahkan keluarga kedua bagi banyak orang. Semua itu tidak bisa diukur dari tes pilihan ganda.

Di sinilah masalahnya akan muncul.
Bagaimana kalau kampus meloloskan calon yang justru tidak diinginkan warga ?
Masihkah itu bisa disebut sebuah demokrasi ?

Walikota perlu menjelaskan dengan jujur :
Apakah kampus dilibatkan untuk memperbaiki proses pemilihan, atau untuk menentukan siapa yang dianggap “Paling Berkualitas” menurut versi kampus ?

Kalau tujuannya memilih RT/RW versi akademik, tentu di situlah letak kekeliruannya. Kualitas pemimpin lingkungan tidak diukur dari nilai ujian, tetapi dari pengalaman bersosial, ketulusan, kepedulian, dan kedekatan dengan warga.

Pertanyaan lain yang juga penting : bagaimana dengan anggaran?
Melibatkan perguruan tinggi tentu membutuhkan biaya. Pemerintah tidak boleh mengeluarkan anggaran yang tidak tercantum dalam APBD dan tanpa persetujuan DPRD. Hal ini harus dibuka secara transparan.

Karena itu, sebelum aturan ini diberlakukan, pemerintah kota wajib menjelaskan ke publik : Apakah mekanisme baru ini benar-benar memperkuat demokrasi lingkungan, atau malah menjauhkan warga dari hak memilih pemimpin yang mereka percaya?

Kalau niatnya memperbaiki, semua warga pasti mendukung.Tapi jangan sampai atas nama “Perbaikan”, demokrasi justru menjadi semakin jauh dari tangan masyarakat dan kita hanya mengganti masalah lama dengan masalah baru yang lebih rumit. (Aimy).
×
Berita Terbaru Update