Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Dituding Terlibat Penetapan Raja Moronene Hingga Kepentingan Pertambangan, Nama Wabup Bombana Ahmad Yani Disebut

Kamis, 11 Desember 2025 | 11.30 WIB Last Updated 2025-12-11T04:30:40Z

(Foto/Ist).


KENDARI__SIMPULINDONESIA.COM,— Polemik penetapan Raja Adat Moronene kembali berpolemik, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bombana kembali disebut terlibat. Kamis (11/12/2025).


Tak hanya itu Pemda Bombana juga disebut memiliki kepentingan untuk menguasai dan mengeksploitasi lahan pertambangan di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra).


Dugaan tersebut menyeret nama Wakil Bupati Bombana, Ahmad Yani, yang disebut ikut dalam kepentingan tersebut.


Saat ditemui, Perwakilan keluarga Raja Moronene Rumbia ke-8, Ahmed, menegaskan bahwa raja Moronene yang sah adalah raja ke-7, yang sebelumnya telah dimasukkan dan mendapat pencabutan SK keanggotaan adat dan budaya Buton oleh Kesultanan Buton.


“Sehingga pada hari ini raja moronene yang sah adalah raja ke 7 yang sudah kami masukkan dan sudah ada dari kesultanan Buton yang mencabut SK dalam keanggotaan adat dan budaya Buton, yang kita tau juga dulu terdaftar di adat Buton dan sudah dicabut SKnya dan juga sudah dikirimkan langsung ke bupati Bombana oleh Sultan Buton,” ucapnya saat konferensi pers di Warkop Hana Hanina, Kecamatan Baruga, pada Rabu (10/12/2025).


Ia juga mempertanyakan sikap Bupati Bombana yang menurutnya terlalu mengetahui dan meyakini siapa raja yang sah serta siapa yang tidak sah.


“Pertanyaannya, kenapa yang saat ini bupati Bombana yang bukan orang Moronene Rumbia begitu tau, begitu faham, dan begitu yakin siapa yang sah dan siapa yang tidak sah sehingga dapat menjustifikasi legalitas dan kesahan sehingga kami tidak punya alasan untuk menduga atau memperasangka ini dipengaruhi karena ada kepentingan-kepentingan, secara politik kemarin keluarga kamilah yang berada dan sudah dikukuh membantu simpatisan hingga team untuk berpihak ke nomer urut lain,” jelasnya.


Ia menambahkan bahwa sikap Pemda Bombana setelah Pilkada justru berbanding terbalik dari apa yang mereka harapkan.


“Kalo logika yang lazim terjadi seperti ini adalah kalo sudah terpilih seharusnya minimal kau tidak musuhi atau kau tidak zolimi tapi yang terjadi hari ini lain, kamu yang notabene deklarasi besar-besaran bersama orang tua kami justru kamu yang hari ini baku lawan,” katanya.


Dirinya juga menantang Pemda Bombana untuk menjelaskan dasar kewenangan mereka dalam menetapkan kesahan raja adat.


“Saya ingin menantang Pemda Bombana yang mengeluarkan statmen tentang kesahan, pertama dimana letak kewenangan dan kapasitas pemerintah daerah untuk diakui sebagai raja adat budaya,” jelasnya.


Kata Ahmed mekanisme kesahan raja adat sepenuhnya kembali kepada adat dan budaya setempat.


“Sementara kesahan mekanisme itu seratus persen mutlak kembali kepadat adat budaya itu sendiri,” tambahnya.


Ia juga menyinggung pemberitaan Pemda Bombana yang menyatakan tidak berpihak pada kepentingan tertentu.


“Kedua, jika pemerintah Bombana yang diberitakan itu melalui media mengatakan bahwa mereka tidak berpihak kepada kepentingan netral saya minta untuk menjelaskan rangakaian-rangakaian itu,” katanya.


Ia juga kemudian mengungkapkan bahwa upaya mereka untuk menyerahkan berita acara penetapan Raja Moronene ke-8 yang ditandatangani Sultan Buton kepada Bupati Bombana ditolak secara halus.


“Ketika kami meminta izin melalui kerabat yang bisa berkomunikasi kepada bupati Bombana untuk menyerahkan berita acara hasil pemilihan dan penetapan raja moronene ke delapan yang sudah ditandatangani oleh Sultan Buton untuk kami sampaikan kepada bupati Bombana ditolak secara halus dengan kata ‘jangan, jangan sampe saya terima yang sana juga datang’,” jelasnya.


Ia juga menyebut bahwa bupati dan wakil bupati sempat berupaya memfasilitasi perdamaian.


“Bupati dan wakil bupati Bombana bertindak memfasilitasi agar terjadi isla agar damai antara kami dan selaku mantan raja pada saat itu,” katanya.


Namun, tawaran damai tersebut disebut tidak menyelesaikan akar persoalan.


“Kakak saya ditawari itu oleh beberapa orang yang menjadi perantara namun kakak saya sudah memegang statmen bahwa tidak ada masalah persoalan damai,” jelasnya.


Ahmed juga menegaskan bahwa penyelesaian hak masyarakat yang merasa dizalimi harus diutamakan.


“Tetapi apa yang sudah menjadi perbuatan-perbuatan yang lalu itu diselesaikan dulu bagaimana hak-hak orang yang sudah dizalimi itu, jangan sampai karna sudah damai semua perbuatan itu diputihkan,” katanya.


Ia juga menyinggung perihal pembahasan islah yang menurutnya tidak menjelaskan status kepemilikan lahan yang disengketakan.


“Pada saat tawaran Islah itu ada yang tidak terjawab, status kepemilikan bahwa lahan itu milik kami atau milik raja ke tujuh yang juga mengklaim lahan yang sama dengan mengatakan bahwa itu tanah kerajaan namun tidak ada bukti,” katanya.


Ditempat yang sama, Koordinator Tim Advokasi Lembaga Adat Moronene (LAM), Muhammad Mardhan, menambahkan bahwa pernah ada diskusi di Pemda yang difasilitasi oleh Wakil Bupati Bombana, namun undangan justru tidak diberikan kepada pemilik tanah waris yang sah.


“Sempat terjadi juga diskusi di Pemda yang difasilitasi wakil bupati, jadi dia membuat satu undangan pemilik tanah waris namun kami tidak mendapatkan undangan itu, justru yang diundang malah orang-orang yang bahkan tidak mempunyai tanah secuil pun di situ,”ucapnya.


Tak hanya itu, ia juga mengungkapkan adanya dugaan kriminalisasi terhadap tokoh masyarakat Moronene, Abdul Latif Haba, dimana kata dia, ia dilaporkan, dijerat, dan ditetapkan status tersangka perkara pidana oleh penyidik Polda Sultra. 


“Dugaan kriminalisasi terhadap tokoh masyarakat Moronene yakni Abdul Latif Haba, di mana beliau dilaporkan, dijerat, dan ditetapkan status tersangka perkara pidana oleh penyidik Polda Sultra padahal pasal dan laporan tersebut sudah pernah dimenangkan ditingkat pengadilan negeri hingga di tingkat Mahkamah Agung dan telah berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.


Sebagai penutup, dirinya menyebut adanya dugaan kepentingan sejumlah pihak terkait penguasaan lahan pertambangan.


“Hal ini diduga kuat karena adanya kepentingan dari pihak tertentu antara lain Pemda Bombana Wakil Bupati, Pengusaha Pertambangan eo Candra dan Mantan Raja Moronene Alfian yang bermaksud menguasai dan mengeksploitasi lahan pertambangan di Desa Wumbubangka kecamatan Rarowatu Utara kabupaten Bombana yang merupakan lahan milik keluarga Abdul Latif Haba sementara yang bersangkutan menolak untuk bekerjasama dengan pihak-pihak tersebut,” pungkasnya.


Sampa berita ini ditayangkan belum ada konfirmasi dari pihak terkait, Tim SIMPULINDONESIA.COM masih berupaya melakukan konfirmasi.

×
Berita Terbaru Update