Kehadiran DI yang datang hampir setiap hari tanpa perihal yang jelas memperkuat keyakinan bahwa oknum tersebut memiliki kepentingan khusus terhadap beberapa perkara sengketa informasi yang saat ini sedang berproses di meja komisioner KI Babel.
Hal ini sebagaimana diungkapkan langsung oleh Ketua Komisi Informasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (KI Babel), Ita Rosita diruang kerjanya Rabu (19/11/2025).
Ita Rosita melihat pola kedatangan DI tidak alami dan cenderung mengarah pada upaya memengaruhi maupun mengintervensi keputusan majelis.
“Kami melihat cara kedatangannya bukan untuk mencari informasi, tapi seperti memantau dan menekan. Ini tidak wajar bagi seorang wartawan. Apalagi waktunya selalu bertepatan dengan agenda persidangan sengketa informasi tertentu. Kami perlu menjaga independensi lembaga,” papar Ita Rosita.
Lembaga ini memiliki peran sebagai penjaga transparansi dan keterbukaan informasi publik di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Komisi Informasi : Merupakan sebuah lembaga mandiri yang bertugas menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Tindakan Mengawasi Aktivitas Pegawai Bisa Masuk Kategori Ancaman
Dalam dunia jurnalistik, aktivitas pemantauan kantor lembaga negara memang lazim dilakukan, namun tentu harus melalui prosedur yang benar. Mulai adanya izin liputan, identitas resmi dan tujuan yang jelas.
Namun apa yang dilakukan DI justru sangat jauh dari standar tersebut. Datang tanpa salam, langsung duduk, mengamati kegiatan pegawai sambil menanyakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan tugas jurnalistik.
Mempertegas dugaan bahwa DI tidak sedang menjalankan fungsi pers, melainkan berperilaku seperti pengawas atau bahkan "pressure maker" bagi pihak tertentu yang sedang bersengketa di KI Babel.
Dalam konteks hukum, tindakan DI tersebut bahkan dapat memenuhi unsur perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana diatur dalam Pasal 335 KUHP, jika pihak yang didatangi merasa terganggu, terintimidasi, dan terancam.
Ancaman Serius terhadap Independensi Komisioner
KI Babel merupakan lembaga quasi peradilan. Dalam menjalankan tugasnya memutus sengketa informasi, komisioner memegang posisi setara dengan majelis hakim.
Karena itu, setiap bentuk tekanan, intimidasi, atau intervensi dari pihak luar dilarang keras.
Dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik, disebutkan bahwa tidak boleh ada pihak luar yang memengaruhi atau mengintervensi majelis komisioner dalam bentuk apa pun.
Kehadiran DI yang berkali-kali datang tanpa tujuan jelas, berkaitan dengan agenda persidangan tertentu, serta melakukan tindakan pengawasan terhadap aktivitas komisioner, berpotensi kuat dikategorikan sebagai upaya memengaruhi independensi majelis, yang pada akhirnya dapat mengacaukan proses persidangan.
“Kami menjaga proses persidangan agar tetap obyektif dan bebas intervensi. Jika ada pihak yang mencoba menekan, apalagi dengan mengaku wartawan namun tidak bekerja seperti wartawan, ini ancaman serius,” papar Ita Rosita.
Pelanggaran Berat Kode Etik Jurnalistik
Berbagai tindakan DI jelas berlawanan dengan prinsip dasar Kode Etik Jurnalistik (KEJ), yang menjadi pedoman profesional bagi wartawan di Indonesia.
Beberapa poin penting yang dilanggar DI antara lain :
• KEJ Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
- Kehadiran DI dengan “itikad tidak baik” langsung melanggar pasal pertama ini.
• KEJ Pasal 2 : Wartawan menempuh cara-cara profesional dalam melaksanakan tugasnya.
- DI Masuk ruang kerja lembaga negara tanpa izin jelas bukan cara profesional.
• KEJ Pasal 3 : Wartawan menghormati privasi dan hak narasumber.
- DI Memantau aktivitas staf dan komisioner, bukanlah tugas jurnalistik.
• KEJ Pasal 6: Wartawan tidak menyalahgunakan profesi.
- Menggunakan identitas wartawan untuk “mengawasi” KI Babel merupakan bentuk penyalahgunaan.
Dengan adanya pelanggaran tersebut, maka status DI sebagai wartawan semakin diragukan. Apalagi kartu identitas wartawan yang dia miliki sama sekali tidak memiliki unsur-unsur standar seorang wartawan, seperti foto, nomor KTA, alamat media dan tanda tangan pemimpin redaksi. Bahkan nama wartawan tidak tertera dalam box redaksi.
KI Babel Pertimbangkan Laporkan ke Polda Babel
Upaya-upaya persuasif telah dilakukan. DI telah diberikan jawaban terkait informasi yang ia minta. Bahkan, melalui saluran resmi. Namun tindakan DI yang terus berulang dan semakin mengarah pada intimidasi menyebabkan KI Babel mengambil langkah tegas.
“Jika tindakan seperti ini masih terulang, kami akan laporkan secara resmi ke Polda. Ini demi keamanan lembaga dan demi menjaga proses penyelesaian sengketa informasi agar tidak tercemar oleh intervensi pihak manapun,” tegas Itaǰ Rosita.
KI Babel memastikan bahwa pers tidak dilarang, tetapi setiap aktivitas jurnalistik harus berada dalam koridor etika dan hukum. Mereka menyambut baik kritik dan liputan media. Namun, tidak akan mentolerir tindakan yang menggunakan nama pers untuk tujuan lain.
Sementara itu, SimpulIndonesia.com berusaha mencoba menghubungi DI melalui sms WhatsApp tapi tidak dibalas. Begitu pula ketika melalui telpon WhatsApp, berdering tapi tidak di angkat.
"Kode etik dibuat sebagai koridor bagi wartawan dalam bekerja"
Wartawan tidak boleh keluar dari koridor Kode Etik Jurnalis. Menghadapi oknum wartawan yang bertindak tidak etis di kantor dapat dilakukan melalui beberapa langkah, baik secara internal perusahaan maupun dengan melibatkan pihak berwenang, seperti Dewan Pers atau pihak kepolisian.
Tangani situasi di kantor
Tetap tenang dan hindari konfrontasi langsung. Dengan meminta oknum tersebut untuk meninggalkan area dengan tenang.
Jika oknum menolak atau terus membuat ulah, segera hubungi petugas keamanan kantor atau polisi.
Minta identitasnya. Tanyakan kartu pers dan identitasnya secara sopan. Wartawan profesional akan dengan senang hati menunjukkan identitas dari media tempatnya bekerja.
Tolak permintaan yang tidak wajar. Jangan merasa tertekan untuk memberikan uang atau informasi sensitif jika oknum tersebut mulai memeras atau mengintimidasi.
Kumpulkan bukti. Rekam kejadian menggunakan ponsel atau kamera pengawas sebagai bukti intimidasi, pemaksaan, atau perusakan yang dilakukan oknum tersebut. Catat nama, nama media, dan deskripsi kejadian secara rinci.
Batasi interaksi. Anda tidak wajib menjawab pertanyaan pers jika merasa terancam atau dirugikan. Sampaikan bahwa perusahaan akan mengeluarkan pernyataan resmi jika diperlukan.
Laporkan ke pihak yang berwenang
Laporkan ke Dewan Pers. Jika oknum tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Anda dapat mengajukan aduan resmi ke Dewan Pers.
Dewan Pers akan memproses aduan yang terkait dengan perilaku jurnalistik yang tidak etis. Prosedur pengaduan : Dewan Pers akan melakukan verifikasi dan mediasi untuk menyelesaikan sengketa pers.
Sanksi akan diberikan kepada wartawan atau media yang terbukti melanggar kode etik.
Laporkan ke kepolisian. Jika tindakan oknum tersebut sudah mengarah ke tindak pidana, seperti perusakan, pengeroyokan, pemerasan atau pengancaman. Segera laporkan ke kepolisian.
Pahami perbedaan wartawan profesional dan oknum
Profesional : Patuh pada Kode Etik Jurnalistik, menunjukkan kartu pers, memberikan informasi yang akurat, tidak memaksa, dan meminta izin sebelum merekam.
Tidak beretika/oknum : Mengintimidasi, memaksa, tidak menunjukkan identitas, memeras, atau membuat keributan. Mereka merusak reputasi profesi jurnalis.
Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, Anda dapat menghadapi situasi tersebut secara efektif sambil melindungi diri dan perusahaan dari oknum yang menyalahgunakan profesi wartawan. (Aimy).
Sumber : KBO Babel.



