Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tambang Ilegal di Kolong Marbuk & Kenari, Uji Nyali Para 'Sultan' di Atas Diamnya Aparat

Minggu, 22 Juni 2025 | 19.49 WIB Last Updated 2025-06-22T12:49:41Z


SIMPULINDONESIA.com_ BANGKA TENGAH,- Wilayah Kabupaten Bangka Tengah kembali diguncang praktik tambang ilegal yang diduga melibatkan para pemain lama dan jaringan kuat yang menjalar hingga ke institusi negara. 

Kolong eks tambang PT. Kobatin di Marbuk dan Kenari kini menjadi pusat perhatian setelah terungkap adanya operasi tambang ilegal berskala besar yang diduga mendapat ‘restu’ dari oknum aparat penegak hukum dan pejabat daerah. 

Berdasarkan pantauan tim jejaring KBO Babel pada Sabtu (21/6/2025), sedikitnya ada 12 unit tambang telah beroperasi yang sebelumnya hanya 6 unit. Terdiri dari 10 Ponton Isap Produksi (PIP) jenis TI Rajuk Tower dan 2 Tambang Manual.

Dimana aktivitas tambang ini terlihat tanpa hambatan dan tidak mendapat gangguan dari aparat berwenang. Seolah-olah menjadi bagian dari skenario yang telah tersesusun rapi. Dan yang lebih mencemaskan lagi, terlihat ada belasan ponton tambahan yang sedang dirakit di sekitar lokasi.

Dari keterangan arga setempat menyebutkan bahwa apabila dalam sepekan tak ada tindakan tegas dari aparat, maka 60 unit ponton siap masuk dan mengeruk timah di kolong tersebut.

“Mereka uji nyali. Kalau dibiarkan, kolong Marbuk dan Kenari bakal dikeroyok 60 ponton lebih. Ini bukan main-main. Ini perampokan sumber daya,” ujar seorang tokoh masyarakat yang meminta namanya dirahasiakan.

Keresahan warga bukannya tanpa dasar. Nama-nama lawas dalam dunia pertambangan ilegal kembali mencuat. Dua figur yang disebut kerap menjadi "aktor tak tersentuh" adalah Is, dijuluki “Sultan Koba”, dan Ri, seorang tokoh pemuda asal Desa Nibung. Keduanya dikabarkan telah menjalin koordinasi dengan oknum aparat, khususnya pihak kepolisian setempat.

Nama baru juga muncul dalam skema ini, yakni Yi, ketua salah satu organisasi kepemudaan yang dikenal dekat dengan Bupati Bangka Tengah, Algafri Rahman. 

Tak hanya itu, dugaan keterlibatan oknum aparat aktif pun menyeruak. Seorang anggota TNI AD berinisial SN dari kesatuan Korem 045 Gaya diduga menjadi beking operasional tambang ilegal dan memberikan jaminan keamanan.

Persekongkolan Terstruktur dan Keuntungan Sepihak

Harga pasir timah dari lokasi tambang ilegal ini dijual seharga Rp 90.000 per kilogram. Namun, tak semua hasil mengalir ke penambang. Potongan 20% dikabarkan diberikan sebagai "fee koordinasi" untuk para koordinator serta jatah untuk pos-pos institusi, termasuk TNI dan Polri.

Celakanya, masyarakat lokal yang tinggal di sekitar kolong tak mendapat manfaat sama sekali. Tak ada kontribusi ekonomi, apalagi kompensasi. Justru, mereka terancam banjir, krisis air bersih, hingga kerusakan ekosistem akibat aktivitas ilegal tersebut.

“Kita sempat menegur mereka yang menambang di situ, namun mereka marah menantang," kata warga setempat seraya meniru ucapan mereka yang mengatakan  lapor saja ke mana pun tak akan ada yang berani bertindak. Beking mereka orang kuat semua.

Kondisi ini menunjukkan bahwa praktik tambang ilegal tak lagi sekadar pelanggaran administratif, tetapi telah menjelma menjadi organized crime yang menyentuh ranah penyalahgunaan wewenang, kolusi antar-institusi, dan pelecehan terhadap hukum negara.

Jalur Distribusi Rapi dan Dugaan Keterlibatan Perusahaan

Sumber terpercaya menyebut bahwa hasil tambang tidak menguap begitu saja. Pasir timah yang ditambang dari kolong Marbuk dan Kenari diduga ditampung oleh seorang yang disebut-sebut sebagai perwakilan PT MSP di Bangka Tengah. 

Fakta ini memperkuat dugaan bahwa mata rantai distribusi hasil tambang ilegal ini sudah terstruktur dan memiliki jejaring logistik sendiri.

Warga menyayangkan sikap diam PT Timah Tbk sebagai pemegang konsesi resmi wilayah tersebut. Begitu pula dengan Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah dan Polres setempat yang terkesan membiarkan situasi berjalan tanpa penindakan.

Ancaman Kehilangan Kepercayaan Publik

Di tengah situasi yang memburuk, masyarakat mendesak pemerintah daerah, PT Timah, dan aparat penegak hukum untuk mengambil langkah tegas. Bila tidak, gelombang ketidakpercayaan terhadap institusi bisa berubah menjadi aksi perlawanan.

“Kalau ini dibiarkan, jangan salahkan rakyat kalau mulai kehilangan kepercayaan,” tegas warga.

Menanggapi situasi ini, M. Zen dari LSM Topan RI Perwakilan Babel menyatakan akan segera mengambil langkah hukum dan pelaporan kepada pejabat pusat. Jika dalam waktu dekat tak ada tindakan dari Kapolres, PT Timah, maupun Korem, pihaknya akan membuat laporan resmi ke Kapolri, Panglima TNI, Menkopolkam, dan Menteri ESDM.

“Kalau Kapolres Bangka Tengah, PT Timah dan Korem tetap diam, kami akan surati langsung Kapolri, Panglima, dan Menkopolkam. Ini bukan lagi masalah lokal. Ini sudah menunjukkan gejala institusi terkontaminasi jaringan mafia tambang,” tegas M. Zen.

Tolak Ukur Supremasi Hukum

Kasus tambang ilegal di Kolong Marbuk dan Kenari kini menjadi ujian serius terhadap komitmen pemerintah dan aparat dalam menegakkan hukum dan melindungi sumber daya alam negara. 

Jika pembiaran ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin Bangka Tengah akan menjadi contoh buruk dari daerah yang ditaklukkan mafia tambang dan kehilangan kedaulatannya atas tanah sendiri. (Tim)

Sumber: KBO Babel.
×
Berita Terbaru Update