Oleh: Kaengdaus
Aktivis Dakwah Bulukumba
Mutu atau Gengsi?
Sekolah negeri pernah menjadi simbol pendidikan rakyat. Namun kini, sebagian masyarakat mulai meragukan apakah kualitasnya masih mampu bersaing. Sistem zonasi yang diniatkan untuk pemerataan, dalam praktiknya seringkali menjadi batasan yang mengorbankan kualitas.
Orang tua mulai berbondong-bondong memilih sekolah swasta atau sekolah Islam terpadu, meskipun biayanya lebih tinggi, karena mereka berharap anak-anak mendapat pendidikan yang lebih unggul dan bermartabat.
Dakwah yang Terlupa
Kita perlu bertanya: di mana posisi dakwah dalam masalah ini? Apakah sekolah negeri hanya menjadi wilayah administrasi negara, atau juga ruang dakwah yang harus dijaga? Jangan sampai umat Islam hanya sibuk membangun sekolah sendiri, namun abai terhadap sekolah negeri yang justru menampung mayoritas anak-anak bangsa.
Ini tantangan dakwah kita: membawa kembali ruh pendidikan yang bukan hanya cerdas otak, tapi juga kuat iman dan akhlaknya.
Negeri Bukan Lawan, Tapi Ladang Dakwah
Sekolah negeri bukan lawan sekolah Islam. Justru inilah ladang dakwah yang terbuka luas. Jika sekolah negeri ditinggalkan umat, maka siapa yang akan menanamkan nilai kejujuran, disiplin, dan tanggung jawab di dalamnya?
Mari ubah cara pandang. Yang terpenting bukan negeri atau swasta, tetapi mutu dan nilai. Sekolah yang baik adalah yang mampu menghadirkan pendidikan bermutu dan bernilai Islam—di mana pun ia berada.
Penutup
Krisis pendaftar di sekolah negeri bukan hanya krisis sistem, tapi juga krisis dakwah. Mari para pegiat dakwah, guru, dan pemangku kepentingan turun tangan. Membina guru, mendampingi siswa, dan menghidupkan kembali semangat dakwah dalam pendidikan negeri adalah bagian dari amar ma’ruf yang tak boleh kita tinggalkan.