Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Dokumen Dukungan Diduga Palsu, Proyek Rp 2,8 Miliar di Bandara Depati Amir Diselidiki Polisi

Jumat, 30 Mei 2025 | 21.54 WIB Last Updated 2025-05-30T15:10:30Z

Gambar : Edi Irawan (dok-Pribadi)


SIMPULINDONESIA.com_ PANGKALPINANG,- Dugaan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) kembali mencuat di balik proyek pengadaan di pemerintah. Kali ini, sorotan publik mengarah ke proyek Pembangunan Pagar Daerah Keamanan Terbatas (DKT) sisi udara lanjutan Bandara Depati Amir, Pangkalpinang, yang dikelola PT Angkasa Pura II. 

Proyek senilai Rp 2,8 miliar yang dikerjakan PT Genamo Top Internasional tersebut kini tengah berada di bawah penyelidikan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepulauan Bangka Belitung.

Adalah Edi Irawan (32), warga Paritlalang, Kecamatan Rangkui, Pangkalpinang, yang pertama kali membongkar indikasi penyimpangan dalam proses lelang proyek. 

Melalui kuasa hukumnya Bujang Musa, SH, MH, Edi mengirimkan somasi kepada PT Angkasa Pura II dan PT Genamo, serta menyampaikan tembusan kepada aparat penegak hukum. 

Gambar: Ilustrasi 

Respons cepat datang dari Polda Babel yang langsung menindaklanjuti laporan tersebut dengan memanggil sejumlah pihak untuk klarifikasi, termasuk Edi sendiri.

“Penyidik Polda Babel sudah memanggil saya untuk memberikan klarifikasi terkait somasi yang saya layangkan. Fokusnya pada dugaan persekongkolan dan penyalahgunaan dokumen dalam proyek tersebut,” kata Edi saat ditemui Rabu (28/5/2025) malam.

Menurut Edi, kejanggalan mulai tampak sejak awal proses tender. Ia menyebut PT Genamo Top Internasional diduga menggunakan dokumen dukungan peralatan miliknya tanpa izin dan tanpa verifikasi faktual dari panitia lelang. Peralatan yang dimaksud antara lain Total Station, Bor Log, alat sondir, dan GPS.

“Peralatan itu milik saya. Tapi selama proses tender, tidak pernah ada konfirmasi atau pengecekan dari pihak panitia maupun PT Genamo. Anehnya, peralatan itu tetap dicantumkan dalam dokumen dukungan mereka,” tegas Edi.

Kecurigaan Edi semakin kuat ketika beberapa bulan setelah tender dimenangkan PT Genamo, ia mengetahui bahwa peralatan miliknya tetap dimasukkan dalam dokumen dukungan tanpa seizin dirinya. 

Saat ia menanyakan hal itu ke pihak PT Angkasa Pura II, tidak ada kejelasan atau upaya verifikasi. Bahkan, permintaannya untuk mendapatkan salinan dokumen tersebut tidak dikabulkan.

“Sikap tertutup dari panitia lelang dan terduga pemenang tender membuat saya semakin yakin ada praktik yang tidak sehat di balik proyek ini,” ujarnya.

Jika dugaan ini terbukti, terdapat sejumlah pelanggaran hukum yang bisa menjerat pihak-pihak terkait. Pertama, pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP, dengan ancaman pidana penjara hingga 6 tahun. Penggunaan dokumen palsu untuk memenangkan tender jelas merupakan tindak pidana serius.

Kedua, dugaan persekongkolan tender sesuai Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 

Jika terbukti ada kesepakatan tersembunyi antara panitia lelang dan peserta tender, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berwenang menjatuhkan sanksi tegas mulai dari denda hingga pencabutan izin usaha.

Ketiga, pelanggaran etika pengadaan barang dan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021. Dalam regulasi tersebut, proses tender wajib dilakukan secara transparan, akuntabel, dan tidak diskriminatif. Tidak adanya verifikasi faktual terhadap dokumen peserta jelas merupakan pelanggaran administratif berat.

Edi berharap kasus ini bisa menjadi momentum perbaikan bagi sistem pengadaan di lingkungan BUMN, khususnya PT Angkasa Pura II di wilayah Bangka Belitung.

“Lelang proyek seharusnya dilakukan secara profesional dan sesuai aturan. Jangan sampai proses tender dijadikan lahan praktik KKN yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu,” ujar Edi tegas.

Sementara itu, pihak Polda Babel masih belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait perkembangan penyelidikan kasus ini. Namun, sumber internal menyebutkan bahwa penyidik Ditreskrimsus tengah mendalami bukti-bukti yang diajukan oleh pelapor, termasuk kemungkinan keterlibatan oknum panitia lelang maupun internal PT Angkasa Pura II.

Jika semua dugaan ini terbukti, kasus proyek pagar Bandara Depati Amir bisa menjadi preseden penting dalam upaya memperbaiki tata kelola pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN. Apalagi, proyek senilai miliaran rupiah seperti ini seharusnya diawasi dengan ketat agar tidak menimbulkan kerugian negara maupun mencederai kepercayaan publik terhadap institusi negara.

“Ini bukan semata soal kalah tender, tapi soal integritas dan transparansi. Kami ingin keadilan ditegakkan,” tutup Edi. (Aimy)

Sumber: KBO Babel.
×
Berita Terbaru Update